Hero : The Glove
Berpuluh-puluh tahun kemudian. Meteor tempat Haran
menyembunyikan sarung tangan miliknya dan Valan bertabrakan tepat di atas
Planet Bumi. Hal itu menyebabkan sarung tangan Valan dan Haran terpisah dan
jatuh di tempat yang berbeda di Bumi. Sarung tangan Haran terjatuh di sebuah
tempat pembuangan akhir di kota Bandung dan jatuh di atas salah satu tumpukan
sampah yang menggunung. Sedangkan sarung tangan Valan jatuh di suatu tempat
yang belum diketahui. Sepasang sarung tangan milik Haran terjatuh disalah satu
tumpukan sampah yang menggunung dan bercampur dengan sampah-sampah yang belum
dipilah satu dengan lainnya. Sepasang sarung tangan itu seperti menanti pemilik
baru.
Pagi hari dimana waktu orang-orang mulai beraktivitas.
Tempat pembuangan sampah akhir tersebut sudah ‘hidup’ jauh sebelum orang lain
beraktivitas. Para petugas sampah sudah sejak jam dua pagi mengambil sampah
dari seluruh kota Bandung dan dua jam kemudian sudah harus ditumpuk di tempat
pembuangan sampah akhir tersebut. Para pemilah sampah pada jam tiga pagi sudah
bersiap bekerja untuk memilah sampah. Dari usia muda hingga usia lanjut bekerja
menjadi pemilah sampah. Dari lulusan SD hingga SMA bekerja disana. Terutama
seorang pemuda yang merupakan lulusan SMA yang hidup sendirian di sebuah rumah
susun yang letaknya berada di sebelah tempat pembuangan akhir. Rumah susun itu
terdiri dari dua puluh empat lantai dengan tiga puluh kamar setiap lantainya
dan terdapat tiga rumah susun di sana. Rumah susun itu diperuntukan untuk warga
yang bekerja di tempat pembuangan sampah akhir tersebut. Pemuda itu bernama
Hiro Nataprawira. Nama Hiro adalah pemberian dari ayahnya yang merupakan orang
asli Jepang. Tetapi setelah kelahirannya, ayahnya tidak diketahui keberadaanya.
Nataprawira yang berarti pemimpin yang teguh merupakan pemberian dari ibunya
Siti Supriyanti yang meninggal saat Hiro masih berusia 10 tahun karena
tertabrak traktor pengangkut sampah saat ibunya sedang bekerja menjadi pemilah
sampah. Sejak saat itu Hiro hidup sendirian dan bekerja menjadi pemilah sampah
dan serabutan untuk membiayai dirinya hidup dan sekolah hingga SMA meskipun
sering sekali mendapatkan masalah pembayaran sekolah.
Hiro sekarang sudah berusia 21 tahun. Kulitnya
kecokelatan dan sedikit kehitaman karena dia sering bekerja di tengah terik
matahari. Wajahnya yang biasa saja dan tubuhnya yang kurus tetapi Hiro tetap
semangat menjalani hidupnya meskipun hidunya cukup berat. Hiro setiap hari
bekerja memilah sampah bersama temannya Dadang Gumelar. Dengan kupluk yang Hiro
beli dari pasar malam, sarung tangan bolong, kaos bekas untuk penutup wajah,
memakai kaos lengan panjang, celana training, dan sepatu boot yang juga ada
bolongnya, Hiro berangkat bekerja. Bekerja di tempat pembuangan sampah akhir
yang berada di sudut kota Bandung yang bernama TPA Saraswati. Dengan penusuk
sampah besi dan kerenjang bambu yang digendong oleh Hiro dan dia mulai bekerja
bersama dengan ratusan pemilah sampah lainnya. Hiro bekerja dari pagi hingga
sore sekitar jam tiga. Gaji yang didapatkannya tidak seberapa. Hanya lima ratus
ribu setiap bulan ditambah bila dia dapat mengumpulkan benda berharga yang
terbuang atau dibuang yang bisa dijual lagi untuk tambahan uang.
“Hei Hiro, coba lihat apa yang aku temukan” Sahut
Dadang
“Lihat, ini sebuah Action
Figure Limited Edition” Tambah
Dadang
“Wooow… Hebat. Masih baguskah ?” Tanya Hiro
“Sebentar”
“Masih bagus. Hanya kerdusnya saja yang sedikit rusak”
“Dan coba tebak, Action
Figure apa yang aku dapatkan ?”
“Apa ?”
“Action Figure
Birds Super Hero. Satu kerdus isinya ada tiga lagi. Yang satu Silver Eagle,
lalu The Winger… Dan satu lagi aku tidak tahu. Bagian namanya rusak di
kerdusnya. Hanya tulisan da diakhirnya dan warna heronya emas, merah, dan
putih”
“Hmmmm, aku juga baru tahu super hero yang itu. Mungkin baru atau bajakan kali… hahahhaha”
“Mana mungkin, lihat kerdusnya. Bikinan pabrik
terkenal”
“Halah, itu siapa saja bisa buat kardus seperti itu”
“Mungkin saja”
“Sudah.. Ayo kembali bekerja. Kau simpan saja itu.
Mungkin bisa dijual”
Hiro dan Dadang kembali bekerja. Beberapa menit
setelah Dadang menemukan Action Figure, Hiro menemukan sepasang sarung tangan
bewarna oranye dengan balutan hitam dan ada inisial seperti huruf ‘H’ dibalik
sepasang sarung tangan tersebut. Sepasang sarung tangan itu masih bagus dan
seperti tidak ada goresan sama sekali. Hiro tampak senang menemukan sarung
tangan tersebut dan berniat menyimpannya dan digunakannya sendiri untuk
menggantikan sarung tangannya yang sudah jelek dan bolong. Jam bekerja para
pemilah sampah sudah selesai. Sekarang giliran para mesin dan kendaraan seperti
traktor dan truk yang bekerja. Hiro yang kembali ke kamarnya belum menunjukan
sepasang sarung tangan yang ditemukannya kepada Dadang. Hiro kemudian Hiro
mencoba sepasang sarung tangan yang ditemukannya. Dan kemudian dia menghadap ke
arah cermin dan melihat dirinya yang memakai kedua sarung tangan tersebut. Hiro
tampak senang karena sepasang sarung tangan tersebut cocok dengan dirinya.
Kemudian dia bereksperimen untuk mencoba ketahanan dari sepasang sarung tangan
tersebut. Eksperimen yang dilakukannya adalah mencoba untuk menahan api yang
ada di kompor gas yang sudah dia nyalakan. Apakah sepasang sarung tangan
tersebut tahan terhadap api atau tidak. Saat mencoba dengan api kecil, Hiro
tidak merasakan panasnya api. Kemudian dia besarkan api tersebut hingga batas
dari kompor gas tersebut. Dan tetap saja dia tidak merasakan panas sama sekali.
Hiro terlihat senang dengan hasil percobaan tersebut. Yang berarti sepasang
sarung tangan tersebut sangat bagus dan mungkin mahal. Oleh karena itu, Hiro
kemudian membuah sepasang sarung tangan lamanya ke tempat sampah.
Disaat Hiro akan mengambil minum yang ada di dalam
panci yang berisi air yang sudah dimasaknya tadi pagi. Tiba-tiba sepasang
sarung tangan tersebut mengeluarkan api yang permulaannya kecil hingga akhirnya
mulai membesar. Hiro terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Api tersebut
tak juga kunjung padam. Dengan tergesa-gesa seperti tanpa merasakan panas, Hiro
melepaskan kedua sarung tangan itu dan melemparnya ke dekat tempat tidurnya.
Saat sepasang sarung tangan tersebut jatuh di dekat tempat tidurnya, api
tersebut padam dan seperti menghilang tanpa bekas. Dengan berhati-hati, Hiro
kemudian mendekati sepasang sarung tangan tersebut. Karena api sudah
menghilang, Hiro kemudian mengambil kedua sarung tangan tersebut dan
menyimpannya ke dalam sebuah kotak kaleng yang ada di bawah tempat tidurnya
yang terbuat dari kayu bekas dan kasur kapuk. Hiro kemudian melihat ke arah
jendela yang tidak jauh dari tempat tidurnya dan berharap tidak ada yang
melihat hal yang baru saja terjadi. Dan untungnya tirai jendela sama sekali
belum dia buka.
Beberapa hari setelahitu. Hiro tidak pernah menyentuh
dan memakai sepasang sarung tangan tersebut. Tapi, suatu hari saat dia sedang
memilah sampah, dia dipanggil oleh mandor TPA Saraswati, Junaedi Sukarmin.
Karena dianggap muda dan kuat, Junaedi meminta Hiro dan sahabatnya Dadang untuk
membantunya. Ternyata mereka disuruh untuk mengangkat sebuah tong kaleng
bewarna abu-abu bertuliskan Munarwan Biology and Chemistry Enterprises milik
Agung Munarwan, seorang profesor dan miliarder yang bergerak dalam bidang
biologi dan kimia. Kata Junaedi, tong itu berisi cairan yang rahasia. Oleh
karena itu, Junaedi menyuruh mereka berdua untuk memakai sarung tangan untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Mendengar hal tersebut, Hiro tidak
memiliki pilihan lain, yaitu memakai sepasang sarung tangan yang ditemukannya.
Karena tidak mungkin dia memakai sarung tangan yang dipakainya sekarang karena
sudah bolong dan usang. Dengan terpaksa, Hiro kembali ke rumah susun. Mengambil
kotak kaleng yang sudah berdebu dan membukanya. Dan kemudian mengambil sepasang
sarung tangan tersebut dan memakainya serta berharap tidak akan terjadi hal
aneh lagi.
Hiro kemudian kembali menemui Junaedi di sebuah
bangunan kecil berbentuk persegi berwana oranye yang merupakan tempat kerja
Junaedi untuk memantau dan memberi gaji pegawai yang letaknya berada di sudut
TPA Saraswati. Junaedi kemudian menyuruh Dadang dan Hiro untuk mengambil tong
yang tadi ditunjukan oleh Junaedi yang tidak sengaja terbuang oleh Munarwan
Biology and Chemistry Enterprises. Dengan sepenuh tenaga mereka mengangkat tong
yang tingginya setengah badan mereka, tetapi beratnya lebih dari badan mereka
kembali ke kantor Junaedi. Beberapa menit berselang, seorang pria dengan dua
pengawalnya datang menuju kantor Junaedi. Pria tersebut adalah Profesor Hariz
Bekti, co-founder dari Munarwan
Biology and Chemistry Enterprises serta sahabat dari Agung Munarwan. Pria
tersebut berambut hitam pendek, dengan kaca mata yang memiliki rantai
gantungan, mengenakan jas putih, celana panjang hitam, kemeja merah tanpa dasi,
dan berkulit sawo matang. Junaedi kemudian menghampiri mereka dan bersalaman
dengan Hariz. Kemudian mereka mendekat ke tong dimana Hiro dan Dadang berdiri
di sebelahnya. Hariz kemudian menjabat tangan mereka berdua seperti bersyukur
bahwa tong tersebut akhirnya ditemukan.
“Terima kasih untuk kalian berdua dan juga Junaedi”
“Ah… biasa saja kok, prof” kata Junaedi
“Kami sudah lama mncari tong ini. Karena pegawai yang
ceroboh, tong ini jadi terbuang”
“Padahal isinya sangat penting”
“Ngomong-ngomong isinya apa prof ?” tanya Junaedi
“Bahan kimia. Tapi kau tidak perlu tahu apa itu.
Karena ini bahan kimia jenis baru”
“Rahasia ya ?.. Okelah prof”
Hariz kemudian menjabat tangan mereka berdua lagi dan
Junaedi. Kemudian Hariz menyuruh dua pengawalnya mengangkat tong tersebut dan
memasukannya ke dalam mobil. Hariz kemudian pamit dan pergi. Junaedi kemudian
melihat ke arah Hiro dan Dadang yang masih diam memperhatikan punggung Hariz
yang sudah menjauh dan dari tatapan mereka, sepertinya mereka tidak tahu siapa
yang baru saja mereka temui. Kemudian Junaedi membangunkan mereka dari lamunan
dan menyuruh mereka untuk kembali bekerja.
“Kau tahu siapa tadi ?” tanya Dadang
“Itu tadi Profesor Hariz Bekti”
“Bagaimana ka tahu itu ?”
“Hanya tahu saja”
“Aku jadi penasaran dengan isi tong itu”
“Isi tong itu adalah cairan pembuat dingin dan untuk
pembekuan”
“Aneh. Kau jadi tahu segalah, Hiro”
“Aku hanya mencium dari baunya saja setelah kita
berjabat tangan dengan profesor”
“Aku tidak mencium apapun kecuali bau sampah”
“Mungkin hidung kau lebih terbiasa dengan sampah.
Hahaha…”
“Mungkin saja. Hahahaha….”
Setelah percakapan itu, Hiro berpikir. Bagaimana dia
bisa tahu siapa orang tadi dan apa isi dari tong tersebut. Dan hal tersebut
terjadi setelah dia berjabat tangan dengan Profesor Hariz. Hiro kemudian
berpikir keras dan belum menemukan jawaban yang pasti. Di tempat dan waktu yang
lainnya, Profesor Hariz Bekti sudah sampai di Munarwan Biology and Chemistry
Enterprises. Saat tiba di sana, dia didekati oleh seorang sekretaris dari
perusahaan tersebut. Wanita tersebut mengatakan bahwa ada seorang tamu penting datang
dan sudah berada di ruangan profesor Hariz Bekti. Mendengar kabar tersebut,
Profesor Hariz langsung menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan yang sebagian
besar berwarna merah dengan gaya futuristik, seorang pria sedang duduk
menghadap ke arah jendela lantai lima di depan sebuah meja kayu berwarna merah.
Pria tersebut memakai jas hitam, rambut klimis rapi, dan mengenakan batu cincin
akik berwarna hitam. Mendengar Hariz datang memasuki ruangan, pria tersebut
berdiri dan menghadap ke arah Hariz dengan kedua tangan terbentang hendak ingin
memeluk Hariz, tetapi Hariz menolaknya.
“Mau apa kau datang kemari, Atang Sujuni ?” kata Hariz
“Kau tidak mau menyambut teman lama mu ini ?”
“Untuk apa ?, aku sebenarnya tahu tujuan mu. Black
Falcon, bukan ?”
“Sssttt… Jangan bicara keras-keras”
“Kau bisa meninggalkan kantor ini !?. Aku sudah
bilang, temuan ku tidak dijual”
“Aku bisa bayar berapapun yang kau minta, sebut saja”
“Tidak. Bahan dan alat itu untuk mewujudkan mimpi ku.
Mimpi bangsa Indonesia”
“Kau bilang ‘hal itu mimpi’?. Rendah sekali mimpi mu
itu, Hariz”
“Salju di Indonesia kau bilang mimpi ?. Kau tidak tahu
apa-apa”
“Baiklah, terserah kau saja. Tapi aku sebagai ketua
Black Falcon Cabang Jawa Barat menginginkan hal itu”
“Sudah ku bilang tidak. Tidak akan pernah kau
dapatkan”
“Baiklah…Baiklah… Asal kau tahu. Aku dan organisasi ku
akan berusaha memiliki ‘itu’”
“Kau bisa pergi sekarang juga !?”
Kemudian Atang pergi meninggalkan Hariz sendirian di
ruangannya. Tanpa mengatakan apapun, Hariz membiarkan Atang pergi. Setelah
Atang tidak terlihat lagi, Hariz kemudian menggebrakan kedua tangannya ke atas
meja dan melemparkan apapun yang ada di atas meja sambil mengumpat kepada Atang
dan hal-hal lainnya. Atang kemudian menuju mobil sedan berwarna hitam yang
sudah menunggunya di depan gedung Munarwan Biology and Chemistry. Atang masuk
ke dalam mobil dan mobil pun mulai berjalan dan menjauhi gedung tersebut. Atang
kemudian mengambil laptop yang ada di sebelahnya dan membukanya. Layar laptop
langsung menampilkan layar chatting
yang langsung terhubung dengan seseorang yang penting. Atang kemudian
menuliskan “Misi telah berhasil”. Beberapa saat kemudian balasan pesan Atang
dijawab oleh orang penting tersebut dengan nama Mr. D dengan balasan “Bagus,
lanjutkan ke rencana selanjutnya”. Atang menuliskan balasannya, “Baik tuan”. Sambil
tersenyum, Atang kemudian menutup laptopnya dan merasa bahwa kemenangan akan
berpihak kepadanya.
Di tempat dan waktu yang berbeda, Hiro sedang
siap-siap untuk memulai harinya untuk bekerja sebagai pemilah sampah. Hingga,
tiba-tiba Dadang datang dengan terburu-buru karena ingin menyampaikan suatu
informasi. Informasi itu adalah bahwa Junaedi akan mengumumkan informasi
bersama dengan para pemilah sampah. Hiro dan Dadang berlari menuju tempat
Junaedi mengadakan pembicaraan bersama. Pembicaraan itu diadakan di lapangan
yang luas di samping kantor Junaedi, dimana para pemilah sampah duduk di bawah
dan Junaedi berdiri di atas kursi putih dari plastik. Di tempat itu sudah
dipenuhi oleh para pemilah sampah dan suasana ramai terdengar hingga kejauhan.
Hiro dan Dadang yang baru sampai, berdiri dibarisan paling belakang dari para
pemilah sampah. Karena Junaedi merasa semua pemilah sampah sudah datang, maka
penyampaian informasi dimulai. Junaedi menginformasikan bahwa dari jumlah total
pemilah sampah yaitu 2.349 akan dipotong setengahnya menjadi 1.230 yang
diharapkan untuk bisa menggunakan mesin pemilah sampah yang sudah disediakan
oleh pemerintah kota Bandung. Mendengar hal itu, para pemilah sampah saling
berteriak dan menghujat informasi itu. Junaedi kemudian menambahkan bahwa siapa
saja boleh mendaftar asal sesuai dengan kuota dan kemampuan dalam pengoperasian
mesin dan bisa dimulai esok hari. Lalu yang tidak mendaftar atau tidak
kedapatan tempat baru, tetap diperbolehkan tinggaldi rusun dengan biaya
setengahnya saja dan akan dibantu untuk dicarikan pekerjaan lain oleh
pemerintah kota Bandung. Mendengar hal tersebut, suasana ricuh kemudian hening
karena para pemilah sampah merasa tenang dengan jaminan tersebut.
“Hiro, kamu akan ikut mendaftar ?” tanya Dadang
“Mungkin tidak. Kau ?”
“Aku…. Sudah pasti ikut. Lalu kau mau bekerja apa ?”
“Mungkin jadi loper koran. Agen koran depan rusun
sepertinya membutuhkan orang baru”
“Bukannya penghasilannya lebih kecil ?”
“Ya…. Tapi aku sepertinya butuh pengalaman baru. Tidak
mau aku urusin sampah mulu”
“Iya juga. Tapi kalau aku mau bagaimana lagi. Ortu ku
pemilah sampah. Masa aku beda sendiri”
“Itu sih terserah kau saja. Pilihan ada ditanganmu”
Sore hari, setelah pekerjaannya selesai, Hiro kemudian
menuju agen koran depan rusun. Pemilik agen koran tersebut adalah mantan atlet
tinju nasional dan pernah meraih medali emas dua kali. Dia adalah Suhaimin
Zurkanain. Koran yang dijualnya adalah khusus Daily Pigeon Indonesia. Saat itu,
Suhaimin sedang berada di sana dan sedang menghitung hasil penjualan koran hari
itu. Hiro yang masih menggunakan perlengkapan sebagai pemilah sampah menghapiri
Suhaimin. Suhaimin menerima kedatangan Hiro dengan ramah dan senyum. Badan
kekar dan kepala botak mengkilat serta kulit cokelat yang mengkilat terkena
sinar cahaya lampu akibat keringat yang keluar tampak dari beberapa bagian
tubuhnya. Wajahnya yang masih terlihat muda, meskipun umur sudah kepala empat.
Hiro ingin mendaftarkan dirinya sebagai loper koran di tempat Suhaimin.
Suhaimin menerimanya dengan antusias. Hal itu dikarenakan loper koran yang
dimilikinya yang berjumlah sepuluh orang sekarang sedang menjadi enam orang.
Dua orang sakit, seorang sedang pulang kampung, dan seorang lagi sedang cuti.
Karena sangat membutuhkan orang, Hiro langsung diterima dan bisa bekerja esok
hari. Hiro senang mendengar hal tersebut. Sebelum pergi, Hiro menjabat tangan
Suhaimin sebagai tanda terima kasih. Hiro masih menggunakan sepasang sarung
tangannya saat menjabat tangan Suhaimin.
Keesokan harinya. Hiro mulai mengambil koran pada
pukul empat pagi di ruko tempat Suhaimin menjajakan buku, majalah, dan surat
kabar. Dengan menggunakan sepeda motor milik Dadang, memakai kedua sarung tangan
yang ditemukannya, memakai jaket hitam hoodie milik Dadang, dan helm half-face
putih juga milik Dadang. Hiro kemudian mengambil beberapa puluh surat kabar dan
kemudian membagikannya ke semua pelanggan surat kabar Suhaimin. Beberapa hari
berselang, Hiro kemudian mendapatkan tugas lain dari Suhaimin selain
mengantarkan surat kabar kepada pelanggannya. Hiro diminta untuk mengambil uang
bulanan pembayaran surat kabar kepada beberapa pelanggannya. Hiro pun
menyanggupi hal tersebut. Hari itu juga Hiro berkeliling dari rumah ke rumah
untuk mengantarkan surat kabar dan juga memintakan uang pembayaran surat kabar
selama satu bulan. Setiap Hiro menerima pembayaran uang surat kabar dari
pelanggan Suhaimin, dia selalu menjabat tangan pelanggan tersebut. Hiro kadang kala
menanyakan mengenai siapa saja pelanggan surat kabar Suhaimin. Suhaimin
mengatakan bahwa pelanggan surat kabarnya beberapa diantaranya juga merupakan
mantan atlet seperti Suhaimin. Ada mantan atlet Tae Kwon Do, Karate, Renang,
dan Sepak Bola yang juga seangkatan dengan Suhaimin. Ada juga pekerja kantoran,
wirausahawan, pelajar, dan masih banyak lagi.
Di suatu siang hari dimana terik matahari mulai
menyengat kulit. Hiro yang baru saja selesai mengantarkan surat kabar melihat
lima preman sedang mengganggu seorang wanita yang sedang lewat. Hiro melihat
dari wajah wanita tersebut yang terlihat tidak suka dengan perlakuan dari para
preman tersebut. Hiro dengan memberanikan diri berteriak kepada para preman
tersebut meskipun awalnya takut untuk menjauhi wanita tersebut dan turun dari
motornya. Mendengar apa yang dikatakan Hiro, para preman mendekatinya dan ada
yang mengeluarkan pisau kecil. Wanita tadi kemudian berlari dan mengintip dari
salah dinding tempatnya bersembunyi untuk melihat Hiro dan kelima preman. Hiro
mulai menunjukan wajah takut tapi berusaha tetap tegar. Secara bersamaan kelima
preman tersebut menyerang Hiro. Tanpa sadar Hiro melawan mereka dengan gerakan
tinju, karate, dan tae kwon do. Pukul sana dan sini serta tendang sana dan
sini. Kelima preman tersebut terjatuh dan babak belur mendapatkan serangan dari
Hiro dan kemudian mereka kabur dan akan menuntut balas. Hiro yang tanpa luka
tetapi berkeringat kemudian menaiki motornya dan berjalan menjauhi lokasi, dan
wanita yang diselamatkan tersebut keluar dari persembunyian dan tersenyum saat
Hiro melewati wanita tersebut.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, Hiro tetap
bekerja seperti biasanya. Beberapa kali dia menemui Dadang yang sudah diterima
menjadi salah satu operator mesin untuk pembuangan akhir Saraswati. Disaat Hiro
sedang merapihkan surat kabar untuk ia kirimkan kepada pelanggan Suhaimin di
ruko Suhaimin. Tiba-tiba muncul lebih dari delapan orang mendekatinya dan
kemudian mengeroyok Hiro hingga Hiro terjatuh dan hampir pingsan. Sebelum pingsan,
ia melihat Suhaimin yang datang dan menghajar beberapa orang yang
mengeroyoknya. Para pelaku pemukulan tersebut berlari menjauh karena kalah oleh
Suhaimin. Hiro kemudian melihat Suhaimin mendekatinya dan berlutut di
hadapannya dan kemudian Hiro akhirnya pingsan. Beberapa saat kemudian, Hiro
terbangun di tempat tidurnya. Di samping tempat tidurnya, dia melihat Dadang
yang duduk dan beberapa tetangganya yang lalu lalang melihat dirinya yang babak
belur secara bergantian. Hiro kemudian melihat badannya yang sudah diperban,
diberi obat merah, dan ada yang diberi kapas. Hiro kemudian melihat sepasang
sarung tangannya yang berada di meja di dekat tempat tidurnya yang tadi dia
lupa bawa saat akan mengantarkan surat kabar kepada pelanggan Suhaimin.
Dadang menceritakan bahwa yang memukul Hiro adalah
teman dan preman yang beberapa hari yang lalu dikalahkan oleh Hiro. Suhaimin
dan beberapa tetangga yang mengobati luka Hiro. Serta Dadang mengatakan bahwa
Hiro mendapatkan libur beberapa hari untuk penyembuhan lukanya dari Suhaimin.
Dadang kemudian meninggalkan Hiro untuk kembali bekerja. Hiro pun akhirnya
sendirian di kamarnya. Hiro kemudian berpikir tentang kejadian beberapa hari
yang lalu. Dan Hiro mulai menyimpulkan beberapa kejadian yang berhubungan
dengan sepasang sarung tangan yang ditemukannya itu. Hiro mulai menyadari bahwa
sepasang sarung tangan tersebut memiliki kemampuan untuk meniru kemampuan
hal-hal yang dikehendaki oleh Hiro yang juga disentuh secara langsung oleh Hiro
dengan sepasang sarung tangan tersebut. Seperti kemampuan tinju, karate, tae
kwon do, dan juga kecerdasan dari Profesor Hariz Bekti serta api yang pertama
kali dia sentuh dengan sepasang sarung tangan tersebut. Tetapi tidak dengan
tong yang dibawa Hiro untuk Profesor Hariz Bekti. Karena Hiro tidak begitu
ingin tahu dengan isi tong tersebut. Kemudian kemampuan sarung tangan tersebut
tidak permanen, karena bila sepasang sarung tangan tersebut dilepas maka
kemampuan hebat tersebut hilang dari diri Hiro, hal itu Hiro hubungkan saat
dirinya dikeroyok dan tidak bisa melakukan apa-apa. Hiro kemudian bangun dari
tempat tidurnya dan mendekati sepasang sarung tangan tersebut dan memakainya.
Di hari yang berbeda ketika Hiro sudah bisa kembali
beraktifitas setelah luka yang didapatkanya. Hiro yang baru saja menyelesaikan
pekerjaanya kemudian melihat televisi yang ada di ruko Suhaimin. Televisi itu
menunjukan berita live mengenai
penemuan Profesor Hariz Bekti dan Munarwan Biology and Chemistry Enterprises.
Profesor Hariz Bekti yang menunjukan sebuah pistol besar yang berada di dalam
sebuah bangunan tertutup, tetapi ujung pistol besar tersebut keluar dari atap
bangunan tersebut. Penemuan tersebut adalah untuk menciptakan salju di kota
Bandung. Para wartawan dan warga melihat konfrensi pers yang diadakan oleh
Profesor Hariz Bekti. Setelah Profesor Hariz Bekti selesai melakukan konfrensi
pers, dia kemudian sendirian masuk ke dalam bangunan tertutup yang berbentuk
seperti observatorium untuk melihat angkasa luar. Di dalam bangunan tersebut
hanya ada Profesor Hariz dan alat tersebut. Sedangkan warga dan wartawan hanya
bisa melihat melalui layar besar di luar bangunan yang jaraknya beberapa ratus
meter dari bangunan tersebut. Layar besar tersebut tersambung dengan kamera
yang merupakan robot yang mengikuti Profesor Hariz Bekti dimanapun berada.
Berita ini kabarnya juga ditayangkan di seluruh dunia. Profesor Hariz Bekti
selesai menjelaskan semua yang akan dilakukannya dan apa saja yang digunakan
untuk mewujudkan salju di kota Bandung. Setelah selesai menjelaskan semuanya,
Profesor Hariz Bekti kemudian menyalakan alat tersebut. Alat tersebut mulai
mengeluarkan suara seperti suara mesin pesawat komersil dan kemudian diujung
alat tersebut mulai mengeluarkan cahaya biru dan kemudian menembakan sinar biru
tersebut ke angkasa. Beberapa saat kemudian salju mulai turun yang saat itu
baru disekitar bangunan tersebut. Dan Profesor Hariz Bekti mengatakan bahwa dia
berhasil. Warga dan wartawan serta pengaman dari polisi dan tentara bersorak
gembira karena akhirnya salju bisa turun di Indonesia.
Saat bersorak gembira, tiba-tiba suara alat berbentuk
pistol tersebut berubah menjadi seperti suara gemuruh dari gunung yang sedang
dalam status akan meletus. Sinar biru yang dikeluarkan alat tersebut mulai
menipis dan menghilang. Hingga tiba-tiba alat tersebut meledak dan membakar
semua yang ada di bangunan dan sekitar bangunan tertutup tersebut termasuk
Profesor Hariz Bekti yang keluar dari bangunan tersebut dalam api menyala
diseluruh tubuhnya. Beberapa petugas mendekati Profesor Hariz Bekti dan
berusaha memadamkan api tersebut. Kemudian Profesor Hariz Bekti dibawa ke rumah
sakit terdekat. Pemadam kebalaran juga berusaha memadamkan api di bangunan tersebut.
Penjagaan polisi diperketat di sekitar bangunan tersebut dan mulai dipasangi
garis polisi. Hiro yang sedari tadi menyaksikan kejadian tersebutdari televisi
merasa kasihan terhadap Profesor Hariz Bekti atas kejadian yang menimpanya.
Hiro kemudian kembali pulang. Disaat dia ingin membaringkan tubuhnya di atas kasur karena merasa kelelahan seusai menyelesaikan mengantar surat kabar. Dia kemudian melihat ke arah lemari pakaian yang ada di dekat tempat tidurnya. Hiro kemudian melihat koper hitam yang berada di atas lemari tersebut yang tidak pernah disentuhnya sama sekali. Kemudian dia mengambil koper hitam tersebut. Koper hitam berbentuk persegi panjang dengan kunci yang tidak lagi mengunci koper tersebut dan koper tersebut dalam keadaan sangat berdebu. Hiro membersihkan koper tersebut dari debu dan kemudian membukanya. Ternyata isi koper hitam yang besar tersebut berisi pakaian yang berwarna oranye dan hitam. Pakaian terebut adalah spandex yang menutupi seluruh tubuh kecuali telapak tangan, kepada , leher, dan mata kaki hingga telapak kaki. Hiro juga menemukan jaket hitam dengan kerah terbuka, sepatu boot hitam. Hiro kemudian mengeluarkan semua benda tersebut. Hingga dia mendapati sebuah penutup wajah berwarna hitam yang hanya memperlihatkan lubang mata, mulit, hidung, dan juga tidak menutupi rambut. Hiro kemudian menemukan sebuah lencana berbentuk bintang berwarna hitam dan oranye di dalam koper tersebut. Lencana itu bertuliskan ‘Heroes International and Guardian of Humanity’ dan dibawah tulisan terebut bertuliskan H.I.G.H. Di tengah lencana tersebut tergambar orang yang mengangkat sebuah batu besar yang bertuliskan ‘Justice and Freedom’. Hiro kemudian memasukan semua benda tersebut ke dalam koper dan menaruhnya kembali ke atas lemari pakaian. Hiro meyakini bahwa benda dan koper tersebut adalah milik ayahnya.
Beberapa hari setelah kejadian terebut, Profesor Hariz
Bekti terbangun dari komanya. Dia melihat keadaan sekitar yang ternyata dia
merasa berada di rumah sakit. Tapi kemudian dia menyadari bahwa kedua tangan
dan kakinya diikat di tempat tidurnya. Dan saat melihat tangan dan kakinya yang
tidak tertutupi pakaian, dia melihat kulitnya berubah menjadi seperti es
berwarna biru. Setelah menyadari ada keanehan dengan dirinya, dia berteriak
memanggil dokter. Tetapi yang datang ternyata Atang Sujuni beserta pengawalnya.
Melihat Atang yang muncul, Hariz menjadi berontak dan marah.
“Kau tidak akan dapat berbuat apapun, Hariz”
“Apa yang kau lakukan pada diriku ?”
“Hanya sedikit perubahan kecil akibat kecelakaan yang
kau alami”
“Kecelakaan ?. Alat itu… apa yang terjadi setelah
ledakan?”
“Hancur tidak tersisia”
“Jangan-jangan kau yang menyabotase alatku. CEPAT
KATAKAN…!!!”
“Memang itu rencana ku Hariz. Atau ku panggil dengan
Professor Frozen”
“Jangan seenaknya menjuluki orang lain. DASAR
SIALAN…!!!”
“Kau sekarang memiliki kekuatan super berbentuk salju
dan es. Apasalahnya dengan julukan iu ?”
“Cepat kembalikan aku kembali seperti semula….!!!!”
“Tidak bisa. Kecuali kau mau bekerja dengan ku”
“Bagaimana kalau aku menolak ? HAH…!!!”
“Kalau kau menolak. Aku bisa saja membunuh keluargamu.
Dan di dalam tubuhmu ditanamkan peledak, sehingga kalau kau benar-benar menola,
maka kau akan mati”
“DASAR SIALAN…!!!. Baiklah kalau begitu. Apa yang
harus aku lakukan ?”
“Kau ambil bahan kimia pemanas ‘itu’ di perusahaan mu”
“Pemanas ?. Jangan-jangan kau ingin melakukan suatu
yang berbahaya?”
“Itu terserah aku dan organisasiku. Kau ambil ‘itu’
besok siang”
“Siang ?. Mengapa tidak malam ?. Jangan bilang kau
ingin aksiku dilihat orang banyak dan mereka akan memanggil ku penjahat ?”
“Memang itu rencanaku…hahahaha”
Profesor Hariz Bekti menyanggupi permintaan Atang
Sujuni. Dan keesokan harinya, Profesor Hariz beraksi di siang hari yang saat
itu sangat panas akibat sengatan panasnya matahari. Para penjaga di perusahaan
Munarwan Biology and Chemistry Enterprises yang tadinya merasakan kepanasan
tiba-tiba merasakan sangat kedinginan. Dan tiba-tiba mereka membeku karena
serangan dari Profesor Hariz Bekti. Gedung perusahaan tersebut menjdai gaduh
dan suara alarm berbunyi. Beberapa saat kemudian polisi sudah mengpung
perusahaan tersebut. Profesor Hariz Bekti keluar bangunan tersebut dengan
membawa tabung reaksi yang tertutup dengan cairan berwarna merah pekat. Profeor
Hariz yang saat itu memakai jas profesor dengan dalaman spandex berwarn biru
muda yang hampir sama dengan warna kulitnya mulai cemas karena aksinya yang
mendapatkan perlawanan dari polisi. Wartawan juga datang untuk meliput kejadian
tersebut. Semua orang menyadari bahwa pelaku adalah Profesor Hariz Bekti.
Karena dia tidak menutupi wajahnya serta hanya berbeda warna kulit. Profesor
Hariz Bekti mengatakan bahwa dia hanya mau mengambil benda yang dipegangnya.
Tetapi polisi tidak mempercayainya karena menurut laporan bahwa Profesor Hariz Bekti
sudah membekukan beberpa orang di dalam gedung. Polisi dengan aba-aba
menembakan peluru kepada Profesor Hariz, tetapi tidak mengenainya karena tanpa
sadar Profesor Hariz membuat tembok es untuk menghalangi peluru polisi. Karena
merasa kecewa dan marah kepada polisi, Profesor Hariz kemudian membekukan
mereka. Dan Profesor Hariz kemudian kabur dengan membentuk dirinya menjadi
butiran-butiran salju yang menyebar lalu menghilang.
Profesor Hariz kemudian bertemu dengan Atang di tempat
yang sudah dijanjikan. Profesor Hariz kemudian memberikan apa yang diinginkan
oleh Atang. Profesor Hariz kemudian menagih janji Atang untuk menghilangkan
peledak pada dirinya dan menjauhi keluarganya. Tapi kemudian Atang memberikan
sebuah amplop yang berisikan foto-foto. Dan foto-foto tersebut adalah foto
keluarga Profesor Hariz yang dibunuh secara brutal. Profesor Hariz kemudian
marah dan membekukan beberapa pengawal Atang. Tatapi Atang kemudian memegang
sebuah alat dengan tombol yang bila ditekan maka Profesor Hariz akan meledak.
Profesor Hariz mebatalkan niatnya tetapi memberikan ancaman yang mengerikan
kepada Atang dan organisasinya. Atang pergi dengan mobilnya dan menjauhi
Profesor Hariz. Profesor Hariz kemudian pergi ke tengah kota Bandung yang
ramai. Dan beberapa diantara mereka menyadari keberadaan Profesor Hariz dan
menjauhinya. Profesor Hariz merasa marah dan kecewa. Kemudian dia membekukan
beberapa orang yang ada disekitarnya. Warga disekitarnya menjadi panik.
Kemudian, Profesor Hariz melihat kearah sebuah telivisi raksasa yang berada di
salah satu gedung yang berada di luar gedung yang menayangkan berita mengenai
kejadian saat Profesor Hariz mencuri di perusahaannya sendiri. Dan headline
berita tersebut bertuliskan ‘Professor Frozen Menyerang Munarwan Biology and
Chemistry Enterprises’. Melihat headline tersebut kemarahan Profesor Hariz
memuncak dan mengutuk Atang, karena nama tersebut merupakan julukan yang
diberikan Atang kepada dirnya. Profesor Hariz kemudian menghilang dengan cara
yang sama seperti sebelumnya.
Ditempat yang lain, Hiro dan Dadang sedang makan
bersama di sebuah Warteg di dekat rusun. Mereka melihat televisi dengan berita
mengenai Profesor Hariz yang menjadi penjahat super. Dadang mengandai-andai
bila seandainya ada super hero yang
datang ke kota Bandung untuk menghentikan aksi dari Profesor Hariz. Tapi dia
tidak yakin, karena Bandung belum memiliki pahlawan super saat itu, dan
pahlawan super di tempat lain pasti sibuk menyelamatkan kotanya masing-masing.
Setelah makan bersama Dadang di Warteg. Hiro kemudian pulang dan berpikir.
Apakah sepasang sarung tangan ini datang kepada dirinya dengan maksud dan
tujuan tertentu. Seperti takdir yang memilihnya untuk menjadi pahlawan super.
Kemudian Hiro mengambil koper hitam tersebut dari atas lemari dan membukanya.
Hiro merasa ragu dengan takdir tersebut dan terus saja terjadi pergolakan dalam
batin Hiro. Hingga dengan waktu yang cukup lama Hiro sudah memutuskan
jawabannya.
Malam harinya. Profesor Hariz yang sekarang dikenal dengan nama Professor Frozen mengamuk di tengah kota Bandung yang saat itu malam minggu dimana banyak orang berada di luar. Professor Frozen sudah membekukan beberapa orang dan juga polisi yang mengamankan tempat tersebut. Hingga saat Professor Frozen hendak ingin membekukan orang lagi, Professor Frozen di lempar dengan bola api dari belangkanya sebanyak dua kali. Professor Frozen kemudian berbalik dan melihat sesosok pria dengan pakaian berwana oranye dengan corak hitam, spandex yang menutupi seluruh tubuh, jaket hitam dengan kerah terbuka, sepatu boot hitam, memakai penutup wajah berwarna hitam yang hanya memperlihatkan lubang mata, mulit, hidung, dan juga tidak menutupi rambut, dan juga sepasang sarung tangan dengan inisial ‘H’. Professor Frozen kemudian mendekati sosok tersebut.
“Siapa kau ? Beraninya menghalangi jalanku” Kata Professor Frozen
“Kau bisa memanggil aku dengan nama…. ‘Hero’”
Tamat…………. (Bersambung)
==============================================================
Alhamdulillah, ceria Hero akhirnya selesai juga tadi
malam. Cerita Hero merupakan cerita yang pembuatannya makan waktu yang lama
dibandingkan yang lain, yaitu hampir tiga minggu. Project selanjutnya adalah
melanjutkan cerita Prologue E.O.N. dan Hoodroid, jadi ceritanya tidak
menggantung. Tapi mungkin akan memakan waktu yang lama hingga jadi ceritanya.
Karena gue akan KKL dan mulai sibuk menuju UAS semester ini. See You Soon.....
:-)
Komentar
Posting Komentar