Dreaming

Namaku Azka Rudolf. Bukan karena aku keturunan bule atau aku orang tuaku kebule-bulean. Aku merupakan anak yang diadopsi oleh pasangan Inggris-Indonesia, Frank Rudolf dan Winda Rudolf. Aku diadopsi mereka sewaktu aku berusia 7 tahun. Saat itu aku berada di sebuah panti asuhan bernama Panti Asuhan Harapan dan Doa Ibu yang berada di Surabaya. Dan saat ini aku tinggal di sebuah rumah di London, Inggris. Rumah yang tidak mewah dan tidak juga sederhana. Aku sekarang sudah berusia 25 tahun. Beberapa kali aku berpikir untuk kembali ke Indonesia. Hanya untuk sekedar mencari kedua orang tua asliku. Dan ya, aku diberitahu oleh kedua orang tua angkatku bahwa aku adalah anak angkat yang diadopsi di Indonesia saat berusia 4 tahun. Mereka mengadopsiku karena mereka tidak bisa memiliki seorang anak hingga sekarang. Dan karena aku adalah anak tunggal dan sangat disayang oleh mereka, setiap aku ingin ke Indonesia, aku selalu teringat cinta dan sayang yang selalu diberikan oleh kedua orang tua angkatku. Akhirnya, pulang ke Indonesia dan mencari kedua orang tua kandungku hanya menjadi keinginan tanpa niat yang kuat. Meskipun aku masih memiliki harapan untuk bisa kembali ke Indonesia. Sekecil apapun peluang atau kesempatan yang aku miliki.


Suatu malam. Aku bermimpi suatu yang aneh. Aku bermimpi mengenakan pakaian tentara dengan loreng hijau. Aku sedang ditengah peperangan yang cukup sengit. Dalam perang itu, aku menembakan beberapa peluru ke arah sekelompok orang berpakaian hitam. Dari suasana perang itu, aku berada di sebuah kota di tengah padang pasir dan aku menebak, aku berada di sebuah negara di Timur Tengah, Asia. Aku beberapa kali mencoba menggerakan badanku. Tapi, aku seperti bergerak dengan sendirinya tanpa keinginanku. Aku seperti berbagi penglihatan dari diriku sendiri yang punya kesadaran lain. Beberapa kali aku melihat lengan bagian kananku mengenakan bendera Merah Putih dan dibagian kiri dengan logo UN. Aku tidak tahu penyebab dan kenapa peperangan itu terjadi. Dari menembak dan berlari hingga menghindari serangan musuh. Semua dilakukan tanpa keinginanku. Benar-benar seperti manusia dalam tubuh robot yang digerakan oleh AI (Artificial Intellegence). Akhirnya, semua usaha itu sia-sia. Bagian dada sebelah kiri tertembak oleh sniper yang entah berada dimana. Teman-teman seperjuangan berusaha mendekati aku sambil berhati-hati menghindari serangan sniper. Setelah cukup lama menanti, tubuhku diseret tapi aku sama sekali tidak merasakan sakit, bahkan luka itu aku sama sekali tidak merasakan.


Belum selesai mimpi itu. Aku terbangun karena alarm handphone sudah berdering. Saatnya aku bergegas untuk bekerja seperti hari-hari biasanya. Seperti biasanya, aku pergi ke kantor menggunakan moda transportasi umum yaitu bus. Bus yang kunaiki ini berangkat dari jam lima pagi hingga malam jam sepuluh. Selama perjalanan menuju kantor, aku mengingat mimpi itu. Biasanya kalau manusia pada umumnya. Mimpi yang dimimpikannya saat tidur. Akan diingat sebanyak 50% dari keseluruhan mimpi dan semakin lama hanya menyisakan 5% saja atau bagian yang dianggap penting dari mimpinya. Sedangkan aku, semua detail awal hingga akhirnya terbangun. Mimpi itu masih saja “memutar rekamannya” didalam kepalaku. Aku benar-benar tidak bisa melupakan mimpi itu.


Sesampainya di kantor. Aku bekerja seperti biasanya. Melakukan pekerjaan seperti biasanya. Dan di saat jam istirahat. Aku hanya minum dan makan sedikit saja. Aku sering kali menyempatkan diri untuk tidur beberapa menit saja sebelum jam bekerja mulai kembali. Disaat aku tertidur di atas meja kerja sambil menunggu jam bekerja mulai kembali. Aku bermimpi lagi. Aku menjadi tentara itu lagi. Tapi suasananya berbeda. Kali ini aku berada di suasanya yang damai dan tentram. Dan benar saja. Aku memang bukan berada di tempat yang sebelumnya. Dan tebakkanku, aku bahkan berada di negara yang berbeda. Di depanku, ada sesosok wanita yang tengah hamil. Dia tampak sedih tapi sebisa mungkin tersenyum. Tapi tetap tidak bisa. Air matanya keluar. Seakan tidak rela dengan kepergianku.


“Ayah.... hati-hati ya di sana. Jaga kesehatan dan semoga Tuhan melindungi ayah”
“Siap, istriku tercinta. Dan kamu jaga anak kita sampai aku pulang”
“Itu sudah pasti, ayah”
“Kamu memang istri idaman ya. Kalau begitu aku pergi”
“Selamat jalan, ayah. Semoga cepat kembali”


Tanpa balasan. Aku meninggalkan wanita itu. Aku ingin sekali mebalas perkataan terakhirnya. Tapi tidak bisa. Seperti sebelumnya. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku. Aku hanya mengikuti alur cerita ini. Dan wuss... Aku terbangun dari tidur dan pergi dari mimpi itu. Aku terbangun dengan terkaget dan memandangi sekitarku. Tidak ada yang berubah sama sekali. Sama seperti saat aku sebelum tidur. Hanya saja rekan-rekan kerjaku mulai kembali dari kantin dan mulai menempati tempat kerjanya. Aku memakai waktu tersisa dari istirahat untuk pergi ke kamar mandi dan membasuh wajah agar tidak mengantuk.


Saat di kamar mandi. Aku membasuh wajah dengan air berkali-kali. Sambil memandangi cermin, aku melihat wajahku yang kelelahan. Berpikir sebenarnya aku memimpikan apa. Dan kenapa mimpi itu terasa nyata dan kenapa dua mimpi itu seperti menyambung satu sama lain. Saat membasuh wajah untuk kesekian kalinya. Aku mendengar langkah kaki masuk kamar mandi dan langkah itu terhenti di sampingku. Aku belum memperhatikan orang yang ada di sampingku. Aku hanya mendengar keran menyala dan air keluar dari sana. Lalu aku menoleh dan melihat sosok pria dengan jas berwarna merah yang sedang mencuci tangan. Karena merasa biasa, aku melanjutkan membasuh wajah lagi.

“Kau tampak kelelahan? Atau kau sedang memikirkan sesuatu?” kata pria berjas merah
“......”
“Kau sudah berapa kali membasuh wajah?”
“.......”
“Oke... Itu tidak akan berpengaruh apa-apa dengan yang kau alami”
“.....”
“Omong-omong.... Masih ada dua mimpi lagi yang akan menyambung”
“(tersentak)..”


Kata-kata terakhir itu dikatakan pria berjas merah sambil keluar dari kamar mandi. Aku kaget dengan kata-kata itu. Dan mengejar pria itu. Tapi sayang sekali, saat aku keluar. Pria itu tidak ada dimanapun. Aku melihat kanan dan kiri. Tidak ada pria dengan jas merah. Aku bertanya pada orang yang lewat apakah melihat pria dengan jas merah. Tidak ada sama sekali yang meilhat pria dengan jas merah keluar dari kamar mandi. Dan hanya aku yang keluar dari kamar mandi. Tanpa memikirkan pria berjas merah, aku kembali bekerja.


Di rumah, aku hanya sendirian. Ibu dan ayahku pergi ke kota Manchester untuk menjenguk sanak keluarga yang sakit. Aku berusaha untuk tidur lebih cepat karena ingin ahu kelanjutan dari mimpiku. Jika sesuai dengan perkataan pria berjas merah, maka akan ada dua mimpi lagi. Dan benar saja, aku tertidur dengan cepat. Dan mimpiku berlanjut.


Kali ini aku berada di sebuah ruang tamu. Rumah yang tidak bagus dan juga tidak jelek. Dan aku tidak kembali menjadi sosok tentara itu lagi. Aku menjadi seorang bayi laki-laki. Saat menjadi bayi, aku melihat wanita yang dimimpi sebelumnya muncul sebagai istri dari tentara itu. Dan aku melihat wanita itu badannya jauh lebih kurus dibandingkan sebelumnya. Aku menebak bahwa aku adalah bayi yang sebelumnya berada dalam perut wanita itu. Saat menjadi bayi, aku melihat wanita itu menangis sambil memeluk ibu-ibu yang usianya jauh lebih tua. Dan kondisi ruang tamu itu ramai dengan orang-orang. Wanita itu kemudian mendekatiku sambil terisak dan menggendongku.


“Anak mama....”
“Kamu jangan nangis ya.. Kamu masih punya mama kok”
“Kamu harus kuat. Kamu kan laki-laki ya”


Entah mengapa wanita itu berkata demikian. Tapi pikirku, kata-kata itu sebenarnya untuk dirinya. Bukan untukku. Karena seorang bayi tidak mengetahui apa-apa. Tak lama kemudian semuanya menjadi gelap. Kemudian berlanjut kemimpi yang kedua. Jadi seperti mipi dalam mimpi. Dan suasananya berubah 180 derajat. Aku menjadi anak laki-laki yang sepertinya sosok jauh lebih dewasa dari bayi sebelumnya. Aku digandeng oleh seorang pria menuju tempat yang aku sangat familiar. Ya.. tempat itu adalah Panti Asuhan Harapan dan Doa Ibu. Oleh pria itu, aku diserahkan kepada sesosok wanita yang aku juga sangat familiar. Tapi jauh lebih muda dari terakhir aku bertemu dengannya. Dia adalah pemilik panti asuhan itu, Bunda Theresia. Pria itu kemudian meyerahkan diriku kepada bunda. Tak lama, bunda menggandengku masuk ke dalam panti. Aku menoleh ke belakang dan mendapati pria itu masih di sana dan tersenyum. Senyum yang seakan tak rela melepaskanku ke panti asuhan.


Akupun terbangun. Hal yang pertama kali aku lakukan adalah melihat jam. Dan jam menunjukan pukul 09.08. Dan untungnya hari libur. Jadi aku tidak terburu-buru bangun dan siap-siap berangkat kerja. Tiba-tiba aku ingin pergi ke taman yang dekat dengan rumahku. Dengan segera aku membasuh wajah dan mengganti baju tidur dengan baju pergi. Dan masih mendapati bahwa kedua orang tuaku belum kembali dari Manchester.


Sesampainya di taman. Aku duduk di sebuah bangku taman yang masih kosong. Aku duduk dengan santai sambil memakan roti yang aku bawa dari rumah. Aku melihat-lihat orang-orang yang bahagia berada di taman sambil bermain, bercengkrama, dan bahkan membaca buku. Tak lama setelah aku menghabiskan roti sarapanku. Duduklah pria disampingku. Pria yang menggunakan jas berwarna merah.


“Hei... bertemu lagi kita..hahaha”
“Kau!?”
“Kau mencariku kan? Sudah pasti iya”
“Siapa kau dan apa maumu??”
“Wow..wow.. santai masbro. Aku ingin menyerahkan ini dulu”
“Amplop?”
“Iya, itu amplop”
“.....”
“Kau buka amplop itu. Dan lihat isinya”
‘(membuka amplop)’
“Ini..... sebuah alamat? Di Indonesia?”
“Bingo... tepat sekali”
“Lalu apa?”
“Tiga hari lagi. Sesuai jam yang ada di kertas itu. Kau pergilah ke sana. Semua jawaban dari mimpimu selama ini akan terjawab”
“.......”
“Dan saat di sana. Gunakan nama yang ada di bagian depan dari amplop itu”
“Aku bingung harus mengatakan apa”
“Tak perlu berkata apa-apa. Kau cukup datang saja. Itupun kalau kau mau”
“.....”
By the way. Namaku Shado. Dan lakukan apa yang ingin kau lakukan”


Dan seketika, Shado menghilang. Dia menghilang disaat aku tidak memperhatikannya dan fokus kepada alamat yang ada pada selembar kertas dari amplop. Malam harinya, aku memesan tiket pesawat menuju Indonesia. Aku mempersiapkan segalanya. Dari meminta cuti kerja sampai mempersiapkan mental. Aku juga menghubungi kedua orang tuaku, bahwa aku akan pergi ke Indonesia kurang lebih selama seminggu. Dengan alasan, aku ingin mencari jawaban tentang diriku sendiri.


Hari dimana sesuai jadwal yang diberikan oleh Shado. Aku mengunjungi sebuah tempat. Dengan pakaian rapih, aku membawa bunga. Aku menuju tempat yang dituliskan Shado dalam kertas itu. Aku berdiri tepat di depannya. Di depan sebuah nisa yang bertuliskan nama Gentar Jawani. Lahir, Surakarta, 8 September XXXX. Meninggal, Gaza, 10 Agustus XXXX. Ya, aku berada di sebuah pemakaman. Taman Makam Pahlawan. Dari nama yang tertulis di nisan. Aku baru ingat. Nama itu adalah nama tentara yang ada di dalam mimpiku. Sambil menunduk dan membacakan doa. Aku menaruhkan bunga di atas makam itu. Dari belakangku, berdiri seorang wanita. Bukan yang ada dalam mimpiku karena aku tidak mengenalinya. Wanita itu tampak bingung. Dengan pakaian serba hitam dan membawa bunga tabur. Dia mendekatiku.


“Maaf. Anda mengenal om Gentar?”
“Sepertinya begitu”
“Kalau boleh tau, anda siapanya om Gentar atau anda siapa ya?”
“Ehmm... perkenalkan. Nama saya Azka. Azka Triwulan”
“Anda serius? Azka? Kamu benar yang namanya Azka?”
“Ya... nama yang pernah aku lupakan dan sekarang aku pakai lagi”
“Azka... aku Siti. Siti Wahyani. Aku sepupumu”
“Maaf, Siti. Aku tidak kenal”
“Iya. Karena kamu pergi ke luar negeri. Jadi tidak kenal”


Dari percakapan yang cukup panjang dengan Siti. Aku jadi tahu semuanya. Gentar Jawani adalah nama ayahku. Dia pergi ke Gaza sebagai pasukan perdamaian PBB dan perwakilan dari TNI. Dia gugur dalam tugas karena tertembak senjata dari tentara pemberontak Zionis. Yang juga berarti wanita yang ada dalam mimpi adalah ibuku. Rukmini Jawani. Setelah mengetahui ayah gugur dalam tugas. Dia mengalami depresi yang cukup berat. Hingga dia menjadi mengalami gangguan psikis dan menjadi hilang ingatan. Dan pria yang membawaku ke panti asuhan adalah ayah Siti, Rudi Karta. Kakak dari ayahku. Dia sebenarnya tidak ingin menitipkan aku ke panti asuhan. Tapi karena kondisi ekonomi yang menghimpit. Aku dititipkan dengan harapan bisa diambil kembali saat kehidupan jauh lebih baik. Tapi sayangnya keinginan itu terjadi. Saat akan diambil kembali. Aku sudah diadopsi oleh orang tua angkatku. Karena dalam kontrak dengan panti asuhan. Aku boleh diadopsi orang lain jika tak kunjung diambil kembali.


“Oh iya. Aku sampai lupa” kata Siti
“Lupa apa?”
“Ayo ikut aku”
“Kemana?”
“Ikut aja. Kamu pasti akan bahagia”


Aku mengikuti Siti dengan rasa penasaran. Ternyata aku di bawa ke sebuah mobil berwarna silver. Siti kemudian membukakan pintu dan keluarlah seorang wanita yang wajahnya sangat familiar. Dia adalah ibuku. Menurut Siti, ibuku sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kondisinya dulu. Aku tanpa pikir panjang memeluk wanita itu. Menangis sedalam-dalamnya. Dan ibuku membalas pelukan itu. Meskipun sedikit canggung. Ibu menangis juga. Siti dan seorang pria lagi terlihat terharu menyaksikanku memeluk ibuku. Ibu yang telah melahirkanku.



Shudo melihat Azka dari balik pohon di pemakaman. Karena menurut dia tugasnya sudah selesai, Shudo berjalan menuju gerbang pemakaman. Ditangan kanannya, dia menggenggam sebuah buku yang bersampul kulit berwarna hitam. Dia kemudian membuka buku itu di halaman keempatnya. Halaman yang tadinya kosong tiba-tiba muncul sebuah tulisan.

"Harapan merupakan salah satu kunci dari terbukanya sebuah kesempatan"
-Rene Lestari- #4


Shudo puas dengan kerja kerasnya tadi. Dia seperti tidak sabar dengan kerjaannya yang lain lagi. Dan berharap akan jauh lebih baik dan lebih seru. Dia lalu menutup buku itu. Dan kembali menghilang. Tamat.......... 





Shudo will be right back. Soon......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TOEFL dan TOAFL UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Psychopath Story (Naskah Drama)

Pengalaman Gw Dengan Pelajaran Olahraga Sekolah