Ayo Lawan Hoax !!!
Assalamualaikum. Sudah masuk bulan baru, harus ada pos baru. Kali ini gue akan mengisi blog gue dengan Pojok Opini yang agak berat. Gue akan mengangkat tema hoax. Yup, yang kalian baca benar sekali. Hoax. Kenapa gue mengangkat tema hoax. Karena beberapa hari ini hoax semakin ramai saja di dunia maya dan terbawa ke dunia nyata. Hoax sebenarnya sudah dari jaman baheula, tapi semakin hari hoax semakin diminati. Entah sebagai hiburan, sebagai kesenangan untuk menjatuhkan orang atau kelompok, atau bahkan sebagai sumber penghasilan. Gue bisa dibilang beberapa minggu belakangan ini gencar menyuarakan semangat anti hoax. Dari Facebook, Instagram, Twitter, bahkan WhatsApp. Sebenarnya sudah setahun belakangan gue mencoba menjadi aktivis anti hoaxtapi gak segencar seminggu belakangan ini. Karena semakin nyeremin aja hoax ini. Oke gue lanjutkan dari basic dulu. Apa itu Hoax? Apa bedanya dengan Fitnah? Apa saja jenis Hoax?
Hoax secara bahasa adalah lelucon, cerita bohong, menipu, memperdaya, dan olokan (Google/Wikipedia). Sedangkan menurut KBBI, hoax adalah berita bohong. Dan pengertian itu juga dipakai dalam dunia jurnalistik. Dan pelafalan hoax itu hoks atau hox bukan hoaks atau ho-aks. Lalu apa bedanya hoax dengan fitnah? Menurut gue sama saja. Kenapa sama saja? Karena secara bahasa, fitnah berarti komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan fakta palsu (Wikipedia). Jadi secara umum fitnah dan hoax memberikan arti yang sama yaitu membuat berita atau informasi palsu. Dan bila dipadannkan dengan Hasut dimana hasut berarti membangkitkan hati orang supaya marah (KBBI), memiliki definisi yang berbeda. Tapi tujuan perbuatannya sama yaitu membuat orang lain marah bahkan benci.
Definisi sudah clear? Oke, lanjut. Dalam penyampaian sebuah informasi. Ada tiga kategorisasi informasi. Maksudnya adalah kategori yang manyatakan bahwa informasi tersebut benar adanya atau hanya buatan semata. Dan tiga kategori tersebut adalah Fakta, Disinformasi/Missinformasi, dan Hoax. Oke, untuk lebih mudah memahami. Akan gue buatkan penjelasan lebih dan contohnya. Mudah-mudahan jadi mudah mengerti.
1. Fakta: Informasi yang 100% diakui kebenarannya dan sesuai dengan data yang ada di lapangan. Contohnya, Tahu Bulat digoreng dadakan di mobil dan harganya 500 rupiah. Sesuai dengan fakta bahwa tahu bulat memang digoreng di mobil dan harga satuannya 500 rupiah.
2. Disinformasi/Missinformasi: Informasi yang 50% diakui kebenarannya. Karena ada penyimpangan dalam penyampaian data yang sesungguhnya. Contoh, rumah Andi dilahap "si jago merah" tadi malam. Kabar yang beredar adalah bahwa rumah Andi dibakar orang tak dikenal. Setelah diselidiki pihak kepolisian, ternyata rumah Andi terbakar akibat hubungan arus pendek listrik. Jadi beritanya benar kalau rumah Andi mengalami kebakaran. Tapi salah, karena rumah Andi terbakar. Bukan dibakar. Karena imbuhan ter- artinya terjadi tak sengaja di sana dan tidak ada pelaku (orang). Sedangkan imbuhan di- berarti ada pelaku (orang) dan dilakukan secara sengaja.
3. Hoax: Informasi yang 0% diakui kebenarannya. Karena informasi yang disampaikan tidak pernah terjadi atau tidak pernah ada sama sekali serta tidak ada data yang menunjukan kebenarannya. Contoh, Rumah Makan Roso menggunakan es batu yang dibuat di sungai yang kotor untuk minumannya. Ternyata setelah diselidiki oleh kepolisian. Tidak benar es batu tersebut dibuat dengan air sungai yang kotor. Tapi dibuat oleh perusahaan yang terjamin kebersihannya dan menggunakan air minum yang sudah matang.
Menurut Dewan Pers yang dikutip dari website BNPT, Hoax memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1. Mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan. Contoh, calon presiden L mengatakan bahwa Indonesia siap perang dengan siapa saja yang menantang. Pasti dari calon presiden satunya atau dari pendukungnya akan menganggap bodoh si L dan menjadi debat yang berujung pertiakaian antar pendukung.
2. Sumber berita tidak jelas. Hoax di media sosial biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi. Pemberitaannya juga tidak berimbang. Dan cenderung menudutkan pihak tertentu. Contoh, sumber berita Calon Presiden L memiliki harta triliunan di Bank M&M adalah blogspot atau meratapinasib dot com yang sumber atau datanya tidak jelas atau bahkan tidak ada.
3. Hoax bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul dan pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta membunyikan fakta dan data. Contoh, Calon Presiden L mengatakan "hancurkan siapa saja yang melawan Indonesia. Kalau perlu bumi hanguskan" padahal calon presiden L hanya mengatakan secara biasa yang kemudian dibuat "hiperbola" atau dilebih-lebihkan dan cenderung provokatif.
4. Biasanya juga mencatut tokoh tertentu. Penyebarannya juga meminta apa yang dibagikannya agar dibagikan kembali. Contoh, akun fanspage Facebook Ustadz H mengirim gambar bencana alam dan dengan narasi panjang dan diakhiri bilang aamiin jika ingin selamat. Padahal fanspage itu dikelola oleh orang yang tidak ada hubungannya dengan Ustadz H dan bahkan Ustadz H tidak kenal dengan pengelolanya. Serta Ustadz H tidak pernah bermain sosial media atau memiliki akun dalam bentuk apapun di media sosial.
Lalu kenapa orang-orang saat ini suka menyebarkan hoax atau setidaknya cek dan ricek kebenaran dari informasi yang disebarnya? Dan kenapa ada orang yang pinter, tapi masih "kemakan" hoax? Gue sebenarnya punya banyak jawaban untuk ini. Dan akan gue jabarin. Dan sekali lagi, ini bersifat subjektif. Jadi menurut pendapat gue pribadi. Oke? Lanjut
1. Malas membaca. Hoax seringkali dibuat panjang lebar jadi orang yang menyebarkan malas membacanya dan lebih senang melihat kesimpulan di akhir atau tulisan yang ditebalkan atau dibesarkan sehingga orang tersebut menganggap itu adalah hal penting yang memang ingin disampaikan informasi hoax tersebut.
2. Gambar dianggap mewakili. Seringkali kita lihat ada gambar yang dianggap mewakili dari hoax yang disebarkan. Jadi tulisannya tidak dianggap penting. Karena gambar lah yang penting. Seperti relawan A membantu bencana di sebuah kota. Ternyata foto yang digunakan adalah foto dia tahun lalu. Atau rumah Tono kebakaran, tapi yang digunakan foto rumah Andi yang kebakaran. Makanya portal berita yang baik biasanya menyelipkan tulisan "foto hanya ilustrasi" dibawah foto yang dipakai dikalau mereka belum atau tidak dapat foto atau tidak bisa menggunakan foto yang sesungguhnya.
3. Hanya membaca judul. Padahal sering atau bahkan banyak berita "clickbait" atau judul informasinya dibuat sedemikian apik sehingga judul tersebut dianggap sudah mewakili isi informasi yang disampaikan. Padahal seringkali di dalam berita yang menggunakan metode "clickbait". Judul dibuat agar orang penasaran dengan isi beritanya. Tapi orang kebanyakan sudah menanggap tidak perlu baca isi informasinya, karena sudah digambarkan pada judul.
4. Sesuai dengan keyakinan. Keyakinan di sini bukan kepercayaan atau agama. Tetapi hal yang diyakini benar dan sesuai dengan dirinya. Biar gampang memahami, gue kasih contoh. Rudi meyakini bahwa gubernur B selingkuh. Dan banyak berita yang tersebar hingga fotonya. Setelah diselidiki, ternyata selingkuhan itu adalah sepupu jauh dan sedang mampir di kota B. Tapi Rudi tetap yakin kalau itu selingkuhannya. Mau seberapa banyak informasi fakta, kalau keyakinannya tetap atau pendiriannya kuat. Maka keyakinan itulah yang terus disuarakan.
5. Benci. Benci adalah hal yang sering atau banyak pada saat ini yang menimbulkan hoax laku dan disukai oleh banyak orang. Seperti contohnya, calon anggota DPR RI dari Partai Kemenyan, Bapak Bebek adalah orang yang hebat dan anti korupsi. Tapi karena ada yang benci, maka berita hoax tentang Bapak Bebek dari skandal, korupsi, boneka, dan lain sebagainya banyak beredar. Dari contoh tersebut. Mau seburuk atau sebagus apa pun orang atau bahkan suatu kelompok. Kalau ada yang membenci, maka akan ada saja hoax yang beredar. Mau hoax ringan atau bahkan berat sekalipun.
6. "I'am Always Right". Atau dalam bahasa Indonesia artinya aku selalu benar. Yup. Menurut gue ini yang banyak atau paling sering muncul ketika seseorang gampang "termakan" hoax. Gabungan dari benci dan sesuai dengan kayakinan. Sehingga dia menganggap benar dan "menelan" mentah-mentah informasi yang didapatnya. Dan sering kali muncul kata-kata seperti "Tuh kan bener, Si C begini dan begitu. Gak heran gue gak suka si C". Jika dia yang menyebarkannya dan disanggah, seringkali akan muncul kata-kata seperti "Kita anggap sebagai pelajaran saja" atau "Seenggaknya kita boleh saja waspada" atau "Yasudah, cuma begitu aja. Gak usah dianggap repot/penting". Dan tidak pernah muncul kata "Maaf, sudah menyebarkan berita atau informasi yang tidak benar atau hoax". Biasanya orang yang memiliki "I am Always Right" adalah orang yang fanatik atau orang yang pintar tapi mengalami salah pemahaman. Dan orang yang fanatik berat atau orang pintar yang "keblinger" ini lah yang seperti menganggap dirinya "suci dan yang lain penuh dengan dosa" sehingga gampang "termakan hoax" dan menganggap "dirinya lah yang paling tau segalanya".
Kalau dirinya sudah menganggap paling benar. Berarti dia tidak memiliki rasa bersalah. Seperti contohnya pelanggar lalu lintas, seperti motor yang melawan arus, motor yang naik trotoar, atau mobil yang parkir di pinggir jalan sehingga menimbulkan macet. Apakah mereka merasa bersalah? Kebanyakan atau sebagian besar tidak. Karena menganggap dirinya benar dan wajar. Nah, kata kunci selanjutnya adalah wajar. Mereka merasa wajar kalau melanggar. Toh mereka melanggar karena ingin cepat sampai atau ingin mudah tanpa adanya sulit. Jadi ya, wajar kalau mereka membuat kesalahan dan minta maaf pun hanya sekedarnya saja. Tanpa ada kata maaf didalamnya. Karena sedari awal menganggap dirinya lah yang paling benar dan selalu benar. Menganggap dirinya paling berilmu, paling tahu, dan paling pintar. Amit-amit kalau merasa paling suci tanpa dosa.
Bagaimana cara kita tahu kalau informasi yang didapatkan adalah hoax atau bukan. Caranya ada banyak. Tergantung apa dan bagaimana hoax tersebut. Apakah dalam bentuk gambar atau tulisan. Dan ini beberapa cara bagaimana mengetahui informasi hoax atau bukan.
1. Google Image. Google Image memiliki fitur mencari foto dengan cara kita mengupload foto yang disimpan. Caranya, simpan gambar yang kita anggap hoax. Kemudian buka Google Image. Cari ikon kamera yang letaknya di dalam kotak search dan bersebelahan dengan icon mic dan kaca pembesar. Pilih upload an image atau unggah gambar dan search setelah gambar selesai diupload. Atau jika tidak mau repot. Bisa dengan url atau alamat gambar tanpa harus disimpan gambarnya. Dengan copy alamat gambar pada web, kemudian paste image url atau paste url gambar yang letaknya disebelah upload an image.
2. Google Search. Jika bentuknya tulisan. Kita bisa mencari seperti kita mencari informasi lain. Contohnya, kita mendapat informasi kebakaran masjid. Kita cari dengan informasinya dengan fitur mencari di google. Dengan memasukan kata kunci, kebakaran masjid, masjid dibakar, masjid terbakar, atau yang mendekati. Kita lihat informasi serta gambar yang digunakan dan tinggal dicocokan dengan informasi yang pertama kita dapatkan.
3. Bertanya. Jika tidak menemukan petunjuk apapun. Kita bisa bertanya asal muasal dari informasi yang disebarkan oleh orang lain. Dan cara ini cukup baik jika menerima semacam broadcast pada WhatsApp atau Line. Kita bisa bertanya "Dapat darimana info ini?" atau "Benar kah info ini?" kalau jawabannya hanya "Dari grup sebelah" atau "Cuma bantu sebarin aja" atau "Dari temen", bisa dipastikan kalau informasi tersebut hoax atau disinformasi karena sumbernya tidak jelas dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Dan bagaimana cara kita menghindari menyebarkan hoax atau cuma ikut-ikutan saja menyebarkan dan bahkan dapat memperkeruh suasana. Caranya ada beberapa, dan ini beberapa caranya.
1. Cek dan ricek dulu informasi yang didapatkan dengan mencari lewat Google atau media lainnya.
2. Biasakan membaca terlebih dahulu dan dibaca secara detail agar tidak salah tangkap informasi yang akan disebarkan.
3. Jangan hanya membaca judulnya saja. Baca secara keseluruhan.
4. Perhatikan siapa dan darimana informasi didapat.
5. Bijak dalam menggunakan sosial media.
6. Jangan mudah menyebarkan informasi yang tidak jelas berdasarkan keegoisan diri.
7. Lebih banyak membaca referensi yang diperlukan untuk menghindari tersebarnya hoax.
8. Gunakan hati dan pikiran yang bersih sebelum menyebarkan sebuah informasi.
Sekian pos gue mengenai hoax. Semoga bermanfaat bagi yang membacanya. Jika ada sanggahan atau kritik dan saran. Silahkan di kolom komentar. Biasakan untuk menggunakan kata-kata yang baik ya kalau berkomentar. Jika ada tambahan, gue kemungkinan akan membuat part keduanya. See You Soon... :-)
Definisi sudah clear? Oke, lanjut. Dalam penyampaian sebuah informasi. Ada tiga kategorisasi informasi. Maksudnya adalah kategori yang manyatakan bahwa informasi tersebut benar adanya atau hanya buatan semata. Dan tiga kategori tersebut adalah Fakta, Disinformasi/Missinformasi, dan Hoax. Oke, untuk lebih mudah memahami. Akan gue buatkan penjelasan lebih dan contohnya. Mudah-mudahan jadi mudah mengerti.
1. Fakta: Informasi yang 100% diakui kebenarannya dan sesuai dengan data yang ada di lapangan. Contohnya, Tahu Bulat digoreng dadakan di mobil dan harganya 500 rupiah. Sesuai dengan fakta bahwa tahu bulat memang digoreng di mobil dan harga satuannya 500 rupiah.
2. Disinformasi/Missinformasi: Informasi yang 50% diakui kebenarannya. Karena ada penyimpangan dalam penyampaian data yang sesungguhnya. Contoh, rumah Andi dilahap "si jago merah" tadi malam. Kabar yang beredar adalah bahwa rumah Andi dibakar orang tak dikenal. Setelah diselidiki pihak kepolisian, ternyata rumah Andi terbakar akibat hubungan arus pendek listrik. Jadi beritanya benar kalau rumah Andi mengalami kebakaran. Tapi salah, karena rumah Andi terbakar. Bukan dibakar. Karena imbuhan ter- artinya terjadi tak sengaja di sana dan tidak ada pelaku (orang). Sedangkan imbuhan di- berarti ada pelaku (orang) dan dilakukan secara sengaja.
3. Hoax: Informasi yang 0% diakui kebenarannya. Karena informasi yang disampaikan tidak pernah terjadi atau tidak pernah ada sama sekali serta tidak ada data yang menunjukan kebenarannya. Contoh, Rumah Makan Roso menggunakan es batu yang dibuat di sungai yang kotor untuk minumannya. Ternyata setelah diselidiki oleh kepolisian. Tidak benar es batu tersebut dibuat dengan air sungai yang kotor. Tapi dibuat oleh perusahaan yang terjamin kebersihannya dan menggunakan air minum yang sudah matang.
Menurut Dewan Pers yang dikutip dari website BNPT, Hoax memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1. Mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan. Contoh, calon presiden L mengatakan bahwa Indonesia siap perang dengan siapa saja yang menantang. Pasti dari calon presiden satunya atau dari pendukungnya akan menganggap bodoh si L dan menjadi debat yang berujung pertiakaian antar pendukung.
2. Sumber berita tidak jelas. Hoax di media sosial biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi. Pemberitaannya juga tidak berimbang. Dan cenderung menudutkan pihak tertentu. Contoh, sumber berita Calon Presiden L memiliki harta triliunan di Bank M&M adalah blogspot atau meratapinasib dot com yang sumber atau datanya tidak jelas atau bahkan tidak ada.
3. Hoax bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul dan pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta membunyikan fakta dan data. Contoh, Calon Presiden L mengatakan "hancurkan siapa saja yang melawan Indonesia. Kalau perlu bumi hanguskan" padahal calon presiden L hanya mengatakan secara biasa yang kemudian dibuat "hiperbola" atau dilebih-lebihkan dan cenderung provokatif.
4. Biasanya juga mencatut tokoh tertentu. Penyebarannya juga meminta apa yang dibagikannya agar dibagikan kembali. Contoh, akun fanspage Facebook Ustadz H mengirim gambar bencana alam dan dengan narasi panjang dan diakhiri bilang aamiin jika ingin selamat. Padahal fanspage itu dikelola oleh orang yang tidak ada hubungannya dengan Ustadz H dan bahkan Ustadz H tidak kenal dengan pengelolanya. Serta Ustadz H tidak pernah bermain sosial media atau memiliki akun dalam bentuk apapun di media sosial.
Lalu kenapa orang-orang saat ini suka menyebarkan hoax atau setidaknya cek dan ricek kebenaran dari informasi yang disebarnya? Dan kenapa ada orang yang pinter, tapi masih "kemakan" hoax? Gue sebenarnya punya banyak jawaban untuk ini. Dan akan gue jabarin. Dan sekali lagi, ini bersifat subjektif. Jadi menurut pendapat gue pribadi. Oke? Lanjut
1. Malas membaca. Hoax seringkali dibuat panjang lebar jadi orang yang menyebarkan malas membacanya dan lebih senang melihat kesimpulan di akhir atau tulisan yang ditebalkan atau dibesarkan sehingga orang tersebut menganggap itu adalah hal penting yang memang ingin disampaikan informasi hoax tersebut.
2. Gambar dianggap mewakili. Seringkali kita lihat ada gambar yang dianggap mewakili dari hoax yang disebarkan. Jadi tulisannya tidak dianggap penting. Karena gambar lah yang penting. Seperti relawan A membantu bencana di sebuah kota. Ternyata foto yang digunakan adalah foto dia tahun lalu. Atau rumah Tono kebakaran, tapi yang digunakan foto rumah Andi yang kebakaran. Makanya portal berita yang baik biasanya menyelipkan tulisan "foto hanya ilustrasi" dibawah foto yang dipakai dikalau mereka belum atau tidak dapat foto atau tidak bisa menggunakan foto yang sesungguhnya.
3. Hanya membaca judul. Padahal sering atau bahkan banyak berita "clickbait" atau judul informasinya dibuat sedemikian apik sehingga judul tersebut dianggap sudah mewakili isi informasi yang disampaikan. Padahal seringkali di dalam berita yang menggunakan metode "clickbait". Judul dibuat agar orang penasaran dengan isi beritanya. Tapi orang kebanyakan sudah menanggap tidak perlu baca isi informasinya, karena sudah digambarkan pada judul.
4. Sesuai dengan keyakinan. Keyakinan di sini bukan kepercayaan atau agama. Tetapi hal yang diyakini benar dan sesuai dengan dirinya. Biar gampang memahami, gue kasih contoh. Rudi meyakini bahwa gubernur B selingkuh. Dan banyak berita yang tersebar hingga fotonya. Setelah diselidiki, ternyata selingkuhan itu adalah sepupu jauh dan sedang mampir di kota B. Tapi Rudi tetap yakin kalau itu selingkuhannya. Mau seberapa banyak informasi fakta, kalau keyakinannya tetap atau pendiriannya kuat. Maka keyakinan itulah yang terus disuarakan.
5. Benci. Benci adalah hal yang sering atau banyak pada saat ini yang menimbulkan hoax laku dan disukai oleh banyak orang. Seperti contohnya, calon anggota DPR RI dari Partai Kemenyan, Bapak Bebek adalah orang yang hebat dan anti korupsi. Tapi karena ada yang benci, maka berita hoax tentang Bapak Bebek dari skandal, korupsi, boneka, dan lain sebagainya banyak beredar. Dari contoh tersebut. Mau seburuk atau sebagus apa pun orang atau bahkan suatu kelompok. Kalau ada yang membenci, maka akan ada saja hoax yang beredar. Mau hoax ringan atau bahkan berat sekalipun.
6. "I'am Always Right". Atau dalam bahasa Indonesia artinya aku selalu benar. Yup. Menurut gue ini yang banyak atau paling sering muncul ketika seseorang gampang "termakan" hoax. Gabungan dari benci dan sesuai dengan kayakinan. Sehingga dia menganggap benar dan "menelan" mentah-mentah informasi yang didapatnya. Dan sering kali muncul kata-kata seperti "Tuh kan bener, Si C begini dan begitu. Gak heran gue gak suka si C". Jika dia yang menyebarkannya dan disanggah, seringkali akan muncul kata-kata seperti "Kita anggap sebagai pelajaran saja" atau "Seenggaknya kita boleh saja waspada" atau "Yasudah, cuma begitu aja. Gak usah dianggap repot/penting". Dan tidak pernah muncul kata "Maaf, sudah menyebarkan berita atau informasi yang tidak benar atau hoax". Biasanya orang yang memiliki "I am Always Right" adalah orang yang fanatik atau orang yang pintar tapi mengalami salah pemahaman. Dan orang yang fanatik berat atau orang pintar yang "keblinger" ini lah yang seperti menganggap dirinya "suci dan yang lain penuh dengan dosa" sehingga gampang "termakan hoax" dan menganggap "dirinya lah yang paling tau segalanya".
Kalau dirinya sudah menganggap paling benar. Berarti dia tidak memiliki rasa bersalah. Seperti contohnya pelanggar lalu lintas, seperti motor yang melawan arus, motor yang naik trotoar, atau mobil yang parkir di pinggir jalan sehingga menimbulkan macet. Apakah mereka merasa bersalah? Kebanyakan atau sebagian besar tidak. Karena menganggap dirinya benar dan wajar. Nah, kata kunci selanjutnya adalah wajar. Mereka merasa wajar kalau melanggar. Toh mereka melanggar karena ingin cepat sampai atau ingin mudah tanpa adanya sulit. Jadi ya, wajar kalau mereka membuat kesalahan dan minta maaf pun hanya sekedarnya saja. Tanpa ada kata maaf didalamnya. Karena sedari awal menganggap dirinya lah yang paling benar dan selalu benar. Menganggap dirinya paling berilmu, paling tahu, dan paling pintar. Amit-amit kalau merasa paling suci tanpa dosa.
Bagaimana cara kita tahu kalau informasi yang didapatkan adalah hoax atau bukan. Caranya ada banyak. Tergantung apa dan bagaimana hoax tersebut. Apakah dalam bentuk gambar atau tulisan. Dan ini beberapa cara bagaimana mengetahui informasi hoax atau bukan.
1. Google Image. Google Image memiliki fitur mencari foto dengan cara kita mengupload foto yang disimpan. Caranya, simpan gambar yang kita anggap hoax. Kemudian buka Google Image. Cari ikon kamera yang letaknya di dalam kotak search dan bersebelahan dengan icon mic dan kaca pembesar. Pilih upload an image atau unggah gambar dan search setelah gambar selesai diupload. Atau jika tidak mau repot. Bisa dengan url atau alamat gambar tanpa harus disimpan gambarnya. Dengan copy alamat gambar pada web, kemudian paste image url atau paste url gambar yang letaknya disebelah upload an image.
2. Google Search. Jika bentuknya tulisan. Kita bisa mencari seperti kita mencari informasi lain. Contohnya, kita mendapat informasi kebakaran masjid. Kita cari dengan informasinya dengan fitur mencari di google. Dengan memasukan kata kunci, kebakaran masjid, masjid dibakar, masjid terbakar, atau yang mendekati. Kita lihat informasi serta gambar yang digunakan dan tinggal dicocokan dengan informasi yang pertama kita dapatkan.
3. Bertanya. Jika tidak menemukan petunjuk apapun. Kita bisa bertanya asal muasal dari informasi yang disebarkan oleh orang lain. Dan cara ini cukup baik jika menerima semacam broadcast pada WhatsApp atau Line. Kita bisa bertanya "Dapat darimana info ini?" atau "Benar kah info ini?" kalau jawabannya hanya "Dari grup sebelah" atau "Cuma bantu sebarin aja" atau "Dari temen", bisa dipastikan kalau informasi tersebut hoax atau disinformasi karena sumbernya tidak jelas dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Dan bagaimana cara kita menghindari menyebarkan hoax atau cuma ikut-ikutan saja menyebarkan dan bahkan dapat memperkeruh suasana. Caranya ada beberapa, dan ini beberapa caranya.
1. Cek dan ricek dulu informasi yang didapatkan dengan mencari lewat Google atau media lainnya.
2. Biasakan membaca terlebih dahulu dan dibaca secara detail agar tidak salah tangkap informasi yang akan disebarkan.
3. Jangan hanya membaca judulnya saja. Baca secara keseluruhan.
4. Perhatikan siapa dan darimana informasi didapat.
5. Bijak dalam menggunakan sosial media.
6. Jangan mudah menyebarkan informasi yang tidak jelas berdasarkan keegoisan diri.
7. Lebih banyak membaca referensi yang diperlukan untuk menghindari tersebarnya hoax.
8. Gunakan hati dan pikiran yang bersih sebelum menyebarkan sebuah informasi.
Sekian pos gue mengenai hoax. Semoga bermanfaat bagi yang membacanya. Jika ada sanggahan atau kritik dan saran. Silahkan di kolom komentar. Biasakan untuk menggunakan kata-kata yang baik ya kalau berkomentar. Jika ada tambahan, gue kemungkinan akan membuat part keduanya. See You Soon... :-)
Komentar
Posting Komentar